Siapa Pengguna Telemedicine di Indonesia?

Siapa Pengguna Telemedicine di Indonesia?

(Tulisan 1 ) 

“Aplikasi-aplikasi konsultasi dokter berguna atau tidak, itu tergantung dokternya. Beberapa memang helpful. Tapi kemarin apes. Kemarin ketemu psikolog yang judgmental banget. Mana lagi down pula…”

Jawaban bernada negatif itu muncul di layar handphone sesaat setelah saya melempar pertanyaan ke warga Thread bagaimana pengalaman mereka menggunakan aplikasi konsultasi dokter. Untungnya, ketika saya coba cek jawaban selanjutnya, kalimat-kalimat ambigu yang lain muncul.

Jawabannya cukup panjang, tapi poin yang menarik adalah bahwa kebermanfaatan telemedicine justru sangat bergantung pada kemampuan komunikasi pasien. Service yang didapat oleh klien medis akan meningkat jika ia bisa merinci gejala yang dirasakan dengan detail.

Si penjawab pesan saya ini kemudian menjelaskankan contoh pasien yang ‘komunikatif dan detail’, “Misalnya saya demam 38 derajat celcius, disertai batuk tidak berdahak, mencret ini sudah tiga kali sehari.”

Jawaban-jawaban ini mungkin mewakili uneg-uneg sebagian pengguna telemedicine di Indonesia. Meski demikian, ungkapan hati dua orang ini tidak menafikan bahwa ada juga pengguna lain yang memiliki pengalaman positif dengan aplikasi-aplikasi konsultasi dokter.

Penetrasi Aplikasi Kesehatan Rendah

Dari hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, penetrasi layanan telemedicine masih sangat terbatas. Walaupun pandemi Covid-19 seharusnya bisa menjadi ‘panggung’ karena pembatasan jarak, aturan isolasi, dan sejenisnya, namun hanya 2,2 persen penduduk negeri ini yang pernah menggunakan aplikasi-aplikasi berbasis telemedicine. Catatan dari data survei ini adalah penduduk yang ditanyai berusia 15 tahun ke atas.

Jika kita cek data BPS, jumlah penduduk berusia 15 tahun ke atas di bulan Agustus 2023 adalah 212,6 juta jiwa, maka pengguna aplikasi kesehatan online yang hanya 2,2 persen ini berjumlah sekitar 4,7 juta jiwa saja.

Penggunaan layanan telemedicine tampaknya masih terpusat di Pulau Jawa. Padahal, salah satu manfaat telemedicine untuk negara kepulauan seperti Indonesia adalah untuk memeratakan layanan kesehatan. Pengguna layanan kesehatan online di Papua dan Maluku jauh lebih sedikit.

Sementara itu, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi provinsi dengan proporsi penduduk tertinggi di Indonesia yang menggunakan aplikasi kesehatan online, yakni 6,5 persen dari penduduknya. Di ranking selanjutnya ada DKI Jakarta dan Jawa Barat dengan persentase masing-masing sebesar 5,4 persen dan 3,2 persen. Bisa jadi ini terkait dengan masalah infrasktruktur teknologi yang lebih bagus dan stabil di Jawa.

Baca juga: Helo Dok! Telemedisin Bisa Lebih Baik Lagi Lho

 

Aplikasi Kesehatan yang Paling Banyak Dipakai

Ada belasan aplikasi kesehatan yang muncul di deretan playstore. Namun, berdasarkan survey yang dilakukan oleh Kata Data, ada sembilan jenis telemedicine yang paling banyak dipakai oleh penduduk negeri ini.

Di urutan pertama ada Halodoc yang telah dipakai ole 46,50 persen responden. Angka ini bisa dibaca sebagai 5 dari 10 orang yang pernah memakai layanan kesehatan online ternyata menggunakan Halodoc.

 

Di urutan selanjutnya adalah telemedicine yang diusahakan oleh rumah sakit atau klinik, yakni sebesar 41,80 persen. Di posisi ketiga dan keempat adalah Alodokter (35,70 persen) dan konsul secara online dengan dokter (20,30 persen). KlikDokter duduk di ranking lima dengan perolehan 15,50 persen.

Jika telemedicine dari rumah sakit atau klinik dan konsultasi secara online dengan dokter kita hilangkan, ada tiga aplikasi kesehatan online yang paling sering dipakai yakni Halodoc, Alodokter, dan KlikDokter. Selain ketiga aplikasi ini, ada Good Doctor, LinkSehat, dan Lekasehat dengan proporsi pengguna yang lebih kecil.

Muda, Berpendidikan, Kaya dan di Kota

Lima kata inilah yang menjadi gambaran paling tepat untuk pengguna aplikasi kesehatan online menurut SKI 2023. Pertama, para penggunanya berusia muda. Proporsi pengguna telemedicine terbanyak berasal dari kelompok 25-34 tahun (3,8 persen) dan 15-24 tahun (2,4 persen). Kaum muda memang lebih terbiasa dengan layanan berbasis online, termasuk di bidang kesehatan.

Berbicara tentang pendidikan semakin berpendidikan, ternyata semakin besar peluangnya menggunakan jasa telemedicine. Proporsi pengguna aplikasi kesehatan membesar seiring dengan semakin tingginya jenjang Pendidikan yang ditamatkan. Persentase pengguna dari lulusan perguruan tinggi, mulai dari diploma hingga doktoral, jauh lebih tinggi dari kelompok lain, yakni 8,0 persen.

Keterkaitan antara penggunaan telemedisine dan pendidikan ini agaknya berelasi dengan pemahaman teknologi yang lebih baik pada kaum terpelajar. Hal lain yang berhubungan adalah health literacy yang kian tinggi selaras dengan pendidikan warganya.Demikian pula dengan status ekonomi. Semakin kaya, semakin berpeluang menggunakan layanan telemedicine. Sebanyak 5,9 persen pengguna aplikasi dari kelompok ekonomi atas menggunakan layanan ini.

Terkait masalah demografi. Pengguna aplikasi di perkotaan jauh lebih banyak ketimbang di pedesaan. Sebanyak 3,1 persen penduduk di perkotaan sudah pernah menggunakan aplikasi berbasis jasa ini. Sementara, di pedesaan hanya 0,9 persen. Padahal, rasio dokter di kota umumnya jauh lebih banyak dari pedesaan. Demikian pula dengan rumah sakit dan klinik, lebih banyak tersedia di perkotaan.

 

Penggunanya Lebih Banyak Perempuan.

Dibandingkan dengan laki-laki, kaum perempuan ternyata lebih banyak menggunakan aplikasi kesehatan. Proporsi penduduk perempuan yang menggunakan konsultasi kesehatan daring sebanyak 2,7 persen, bandingkan dengan laki-laki yang hanya 1,7 persen.

Saya jadi teringat berbincang dengan ahli epidemiolog senior karena menelusuri data penyakit katastropik di pertengahan 2024 lalu. Menurutnya, kaum perempuan di belahan dunia manapun cenderung lebih rajin berkunjung dan konsultasi dengan tenaga kesehatan.

Peran perempuan yang umumnya menjadi pengelola kesehatan keluarga memerlukan banyak informasi untuk menjaga kesehatan keluarga dan dirinya sendiri. Selain itu, kondisi fisik perempuan memerlukan kebutuhan kesehatan khusus lebih dari pria misalnya terkait reproduksi. Tak heran, pengguna telemedisine pun juga perempuan.

 

Masih Terbatas Mencari Informasi

Selain penggunanya masih sedikit, layanan yang sudah dinikmati oleh Masyarakat ternyata masih terbatas. Hasil SKI menunjukkan menunjukkan sebagian besar pasien (58,2 persen) pasien yang menghubungi memiliki tujuan mencari informasi dan edukasi tentang kesehatan saja. Hanya 12,9 persen saja yang memiliki tujuan konsultasi klinis.

Salah satu jawaban dari pertanyaan yang saya lempar di media sosial Thread bahwa telemedicine berguna untuk mencari second opinion setelah dari dokter. Tapi tetap saja, orang yang menjawab pertanyaan ini memberikan imbuhan bahwa tetap disarankan untuk ke dokter langsung, meski sudah menghubungi telemedicine.

Insight-insight terkait telemedicine akan di bahas di tulisan selanjutnya. Nantikan dan baca ya …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terkait