Jurnalisme Data, “Membaca” di Balik Angka

Jurnalisme Data, “Membaca” di Balik Angka

Bayangkan kita ketika sedang membaca berita ancaman penyakit jantung di Indonesia. Tidak menemukan kengerian yang akan dihadapi, tetapi justru muncul infografis interaktif yang menunjukkan tren peningkatan kasus selama dekade terakhir, peta yang menyoroti daerah paling rawan, jumlah kerugian yang mencapai trilyunan, dan kisah nyata orang-orang yang berjuang melawan penyakit tersebut.

Inilah esensi dari jurnalisme data, yang mengubah data mentah menjadi narasi yang hidup dan mudah dipahami oleh khalayak, termasuk kita orang awam.

Sebenarnya, apa sih jurnalisme data?

Jurnalisme data adalah bentuk jurnalisme yang menggabungkan pengumpulan, analisis, dan visualisasi data untuk menyampaikan informasi secara mendalam dan menarik. Tujuannya bukan sekadar menyajikan angka, tetapi menceritakan kisah di balik data tersebut, sehingga pembaca yang terdiri dari berbagai latar belakang dapat memahami konteks dan implikasinya dengan mudah.

Rubrik Jurnalisme Data The Guardian menjadi salah satu referensi utama penulis dan banyak jurnalis.

Mengapa jurnalisme data jadi penting?

Di era banjir informasi seperti saat ini, aliran data mentah yang muncul tanpa interpretasi yang tepat bisa jadi membingungkan atau bahkan menyesatkan. Jurnalisme data membantu mengolah data tersebut menjadi informasi yang dapat diakses dan dipahami oleh masyarakat luas. Selain menjadi informasi menarik, para jurnalis dan pengolah data di balik setiap artikel akan:

  • Mengungkap fakta tersembunyi. Dengan menganalisis data, jurnalis dapat menemukan cerita yang mungkin terlewatkan oleh metode peliputan tradisional.
  • Menyajikan informasi kompleks dengan cara sederhana dan mudah dimengerti. Visualisasi data membantu menyederhanakan informasi yang rumit sehingga lebih mudah dipahami
  • Meningkatkan kredibilitas berita. Data yang disajikan dengan transparan dapat meningkatkan kepercayaan pembaca terhadap informasi yang diberikan. Bahkan ketika saya masih berkutat di bagian data sebelum di jurnalisme data, ada sebuah quote yang selalu saya ingat :

“Data are just summaries of thousands of stories—tell a few of those stories to help make the data meaningful.”
(Dan Heath, bestselling author)

Tak harus topik berat

Menariknya, jurnalisme data tidak terbatas pada topik-topik berat nan rumit. Pendekatan ini bisa diterapkan untuk berbagai isu dan fenomena, dari yang serius hingga yang ringan. Misalnya, liputan jurnalisme data di Harian Kompas yang variatif.

Contoh topik berat: tema beban ekonomi penyakit jantung

Dalam artikel berjudul “Beban Ekonomi Penyakit Jantung Rp 67,34 Triliun”, Harian Kompas menganalisis data klaim BPJS Kesehatan dan produktivitas yang hilang akibat penyakit jantung. Hasilnya, diproyeksikan bahwa pada tahun 2024, penyakit jantung dapat menimbulkan beban ekonomi sebesar Rp 67,34 triliun. Analisis semacam ini memberikan gambaran jelas tentang dampak ekonomi dari masalah kesehatan masyarakat.

Baca di sini selengkapnya: Beban Ekonomi Penyakit Jantung Rp 67,34 Triliun

Contoh topik ringan : kota terbaik di Indonesia untuk “Slow Living”

Di sisi lain, Harian Kompas juga mengaplikasikan jurnalisme data pada topik gaya hidup. Dalam artikel “Mencari Kota Terbaik untuk ‘Slow Living’, Mana yang Paling Nyaman?”, tim jurnalisme data Kompas menganalisis berbagai indikator seperti biaya hidup, keamanan, dan infrastruktur untuk menentukan kota-kota di Indonesia yang ideal bagi mereka yang ingin menjalani gaya hidup santai atau pensiun. Analisis ini sangat relate dengan hype slow living dan juga membantu pembaca membuat keputusan berdasarkan data.

Baca di sini selengkapnya: Kedu Raya Kawasan Terbaik untuk Jalani Hidup Tenang

4 Langkah untuk memulai

Bila tertarik membuat artikel jurnalisme data, ada beberapa langkah yang dapat diikuti:

  1. Pelajari dasar-dasar analisis data. Pahami cara kerja excel atau spreadsheet, database, dan alat analisis data lainnya adalah langkah awal yang penting.
  2. Kuasai teknik visualisasi data. Pelajari aplikasi untuk membuat visualisasi yang informatif dan menarik.
  3. Kembangkan keterampilan bercerita. Data yang baik tetap perlu dukungan narasi yang kuat. Oleh sebab itu, latih kemampuan menulis dan menyusun cerita yang engaging.
  4. Tetap skeptis dan verifikasi data. Usahakan selalu memeriksa keabsahan dan sumber data sebelum menggunakannya dalam laporan. Ingat, tujuan utama jurnalisme data adalah menyampaikan informasi yang akurat dan mudah dipahami, bukan sekadar memamerkan keterampilan teknis.
The Upshot di dalam New York Times banyak menampilkan hasil data jurnalisme.

Poin pentingnya adalah …

Sebagai penutup tulisan ini, jurnalisme data adalah perpaduan antara seni bercerita dan sains data. Dengan menggabungkan keduanya, tim di baliknya, mulai dari jurnalis dan penelitinya, dapat menyajikan informasi yang tidak hanya informatif tetapi juga menarik dan mudah dipahami. Di era digital ini, kemampuan untuk mengolah dan menyajikan data secara efektif menjadi semakin penting dalam dunia jurnalistik.

Sebagai pembaca, memahami konsep jurnalisme data membantu kita lebih kritis dalam mengonsumsi informasi dan lebih menghargai upaya di balik penyajian berita yang berbasis data.

Simak artikel lain di blog ini : Mengapa Butuh Analisis di Balik Angka?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Artikel Terkait